Aug 26, 2007

Ke Dokter

‘Kayril, pasien dr. Bambang,’ suara suster terdengar memanggil Kay.

Baba segera menggiring Kay masuk ke dalam ruang periksa.

Begitu mengenali ruang yang ia masuki, Kay terlihat agak panik. Ia memeluk kursi, dan memanggil-manggil Teteh Iis. Baba menangkapnya dan memangkunya di kursi di hadapan dokter.

‘Kenapa nih?’ tanya dr. Bambang sambil memeriksa buku kesehatan Kay, ‘wah, 18.5 kg? Cepet amat naiknya! Balas dendam nih?’

‘Iya, makannya lagi bagus,’ jawab Baba, ‘batuk-batuk nih, Dok. Kayaknya sih alergi.’

‘Alergi apa?’

‘Mungkin keju. Soalnya karena melihat dia makannya lahap kalau pake keju, Bibi di rumah selalu ngasih keju setiap dia makan.’

‘Ngetesnya gampang, Pak,’ kata dr. Bambang, ‘coba hentikan kejunya seminggu ini sampai batuknya hilang. Setelah itu berikan lagi. Kalau batuknya muncul lagi, ya apa boleh buat,’ ia memandang Kay, ‘berarti kamu harus makan keju Belanda yang bau itu,’ lanjutnya sambil tersenyum.

Kay sedang asyik bermain dengan stempel dr. Bambang. Stempel itu dicap berulang kali ke meja.

‘Yuk, periksa dulu yuk,’ ajak dr. Bambang.

Di ranjang periksa, Kay berontak.

‘Shama Baba aja,’ katanya saat dr. Bambang menempelkan stetoskop ke dadanya, ‘Teteeeh!! Bibiii!! Iiiiiis!!’ ocehnya tak keruan.

‘Ya ampuun, kuat amat sih,’ kata dr. Bambang mengomentari, ‘sebentar ya sayang, satu lagi. Kan mulutnya belum dilihat.’

Kay membuka mulutnya lebar-lebar.

‘Waduh, pinter amat,’ kata dr. Bambang.

‘Keluarin lidahnya,’ perintah Baba.

Kay mengeluarkan lidahnya sepanjang mungkin.

‘Wah, pintar,’ puji dr. Bambang lagi, ‘sudah,yuk.’

Kembali ke meja, dr. Bambang langsung menuliskan resep obat yang harus diminum Kay.

‘Ini obat batuknya saya kasih dua ya, Pak,’ katanya, ‘yang satu harus habis, yang satu lagi bisa diulang.’

‘OK, Dok’ jawab Baba, ‘apakah memang alergi, Dok?’

‘Mendengar batuknya sih kayaknya memang alergi, ya,’ jawab dr. Bambang.

Kay kembali bermain dengan stempel dr. Bambang. Baba mengambil stempel itu dan mencap lengan Kay.

Kay memperhatikan lengannya yang baru saja Baba cap.

‘Lunash,’ katanya yakin.

Dr. Bambang dan suster tertawa. ‘Kamu taunya lunas aja, itu yang ada di meja Bapak, ya?’ canda dr. Bambang.

‘Ayo, Kay sudah dibantu dr. Bambang. Harus bilang apa?’ kata Baba sambil menggiring Kay keluar ruang periksa.

‘Telimakashih!’ jawabnya nyaring.

‘Terima kasih kembali,’ kata dr. Bambang.

Tamu Istimewa

Hari Jumat kemarin Kay kedatangan tamu istimewa: Teh Anya dan Teh Adel, sepupu dari Bandung. Mereka ke Jakarta untuk menemani Uwa Abah ikut dalam family gathering kantor tempat Uwa Abah bekerja. Tentu saja Uwa Neneng, istri Uwa Abah, dan Uwa Uyun, kakak Uwa Abah, ikut serta.

Ketika Teh Anya datang, Kay langsung menyambutnya dengan pelukan hangat.

‘Shono. Shono,’ katanya. Dalam bahasa Sunda sono berarti kangen.

Lalu ke mana pun Teh Anya pergi, Kay mengekor dan memanggil-manggil.

Waktu Baba pulang dari kantor, malam harinya, Kay masih terjaga. Ia sedang duduk di pinggir kasur depan TV. Piano kecil mainannya berada di pangkuan.

'Wah, ada siapa Kay?’ tanya Baba.

‘Shedang main piano,’ jawab Kay. Waduh, nggak bisa diganggu nih, kalau lagi main piano?

‘Sudah ngantuk ini,’ kata Uwa Uyun dengan logat Sunda yang kental, ‘dari tadi udah nguap aja.’

‘Ya sudah. Main saja dulu sama Teh Anya dan Teh Adel, nanti kalau Baba sudah makan dan bersih-bersih kita bobo, ya,’ kata Baba.

‘Iya,’ kata Uwa Uyun lagi, ‘tadi mau dikelonin malah ajrut-ajrutan, lulumpatan di kasur.’

Setelah Baba makan dan membersihkan badan, Baba mengajak Kay tidur. Seperti biasa ia berpamitan pada semua orang sebelum masuk ke kamar. Di kamar, setelah berdoa Kay segera tidur lelap, namun tidur Kay diganggu oleh batuk hebat setelah tengah malam.

* * *

Sabtu kemarin, sekembalinya dari dokter, Kay yang tertidur di jalan dibaringkan Uwa Uyun di kasur depan TV. Ia belum bersalin dengan piyama dan belum cuci kaki dan tangan.

‘Kalo diganti baju dia ngamuk nggak?’ tanya Uwa Uyun.

‘Nggak,’ jawab Baba.

Dan Kay memang dengan manis menurut saja saat bajunya diganti dengan piyama. Akan tetapi, proses penggantian baju itu membuat ia terbangun dan, melihat Teh Anya dan Teh Adel, menahan kantuknya. Kay memaksa dirinya bermain dengan kedua sepupunya itu.

‘Kay, bobo yuk,’ ajak Baba.

Kay cuek.

‘Mau bobo sama siapa?’ tanya Baba, ‘sama Bibi, Baba atau Teteh Iis?’

‘Shama Teh Anya aja!’ jawabnya.

Ia lalu berbaring dan memeluk leher Teh Anya yang duduk di sebelahnya, mengajaknya berbaring juga. Teh Anya menuruti permintaan Kay dan berbaring memeluk Kay.

‘Ajak ke kamar aja, Nya,’ kata Uwa Uyun.

Teh Anya dan Teh Adel segera membimbing Kay masuk ke kamar. Baba sempat melihat mereka bertiga naik ke tempat tidur saat Baba menutup pintu kamar.

Suasanya senyap di kamar membuat Baba penasaran.

‘Bi, coba tengok anak-anak itu lagi ngapain?’ pinta Baba pada Bibi.

Bibi melongok kamar sejenak lalu tertawa-tawa.

Kunaon?’

‘Itu si Kay lagi dikelonin sama Adel,’ jawab Bibi, ‘coba tengok aja, hihihi.’

Baba melongok ke kamar dan melihat Kay sedang memeluk Teh Anya dengan erat. Wah, dia menikmati sekali dikeloni oleh kakak-kakaknya ini. Setelah memeluk Teh Adel ia memeluk Teh Anya lalu kembali memeluk Teh Adel.

Beberapa menit kemudian, suasana riuh kembali mewarnai kamar tidur. Baba melongok dan mendapatkan ketiga anak itu sedang bermain di lantai.

‘Kay-nya ngajak turun,’ kata Teh Anya menjelaskan.

Melihat waktu sudah menunjukkan jam 22.15, Baba mengambil alih. Kay Baba baringkan di tempat tidur dengan Teh Adel di sisi kanan Kay dan Teh Anya di sisi kiri Kay. Baba berbaring dekat kaki mereka. Kay masih berusaha mengajak kedua kakak sepupunya bermain-main.

‘Kay bobo sama Baba aja ya,’ kata Baba.

‘Shama Teh Anya aja,’ katanya sambil berbaring, menutup mata dan memeluk Teh Anya.

Sesaat kemudian ia kembali lasak.

‘Kalau masih lasak aja, bobonya sama Baba ya,’ kata Baba lagi.

‘Shama Teh Anya aja!’ katanya lagi, kali ini ketiaknya berada di kepala Teh Anya.

Tak berapa lama kemudian Teh Adel turun dan beranjak keluar. Teh Anya menyusul. Kay menangis.

Baba segera memeluk dan menenangkan Kay. Ia sudah mengantuk sekali.

‘Gendong Baba aja,’ katanya sambil naik ke badan Baba.

‘Gendong?’

‘Gendong Baba aja,’ katanya lagi.

Baba menggendong Kay hingga ia hampir lelap, lalu meletakkannya kembali di kasur dan, sejenak kemudian, Kay segera terlelap.

Aug 22, 2007

Sudah Besar

Baba mendudukkan Kay di perut Baba.

‘Kay sudah besar ya?’

‘Shudah.’

‘Sudah besar bisa apa?’

‘Bisha nyanyi.’

‘Nyanyi apa?’

Diam.

‘Nyanyi apa?’

Diam.

‘Gimana nyanyinya?’

Tersipu dan berusaha berbaring di kasur.

‘Eh, tunggu dulu,’ kata Baba menahannya, ‘Kay sudah besar ya?’

‘Shudah. Shudah beshal.’

‘Sudah besar bisa apa?’

‘Bisha nali.’

‘Gimana menarinya?’

Kay mengangkat lengannya lalu memutar-mutar tubuhnya ke kiri dan ke kanan.

‘Ooh, gitu menarinya…kalau nyanyi gimana?’

‘Aaah…’ katanya sambil tersipu dan merebahkan diri di kasur.

Aug 21, 2007

Jontor: The Aftermath

Sekadar kabar terakhir mengenai perkembangan bibir jontor si bocah lasak.

Secara ajaib, sejak kemarin jontornya hampir tidak ketara lagi dan bahkan hari ini sudah terlihat normal.

Sariawan yang Baba khawatirkan akan muncul juga tidak terlihat dan selera makannya sama sekali tidak terganggu.

Lasaknya? Masih, masih lasak. Tadi pagi dia masuk ke kamar hanya untuk menjilat baju Baba dan buru-buru lari lintang pukang keluar kamar sambil teriak-teriak tidak karuan saat Baba bangun karena dijilat.

Aug 19, 2007

Jontor

Baba baru saja menutup kulkas saat melihat Kay terjerembab di dekat meja makan. Tangisnya langsung mengalahkan suara televisi. Baba segera menggendong dan memeriksa apakah ada tangan atau kaki yang keseleo. Kelihatannya aman, tapi Kay masih tampak kesakitan sambil sesekali memegang mulutnya.

‘Mana yang sakit?’ tanya Baba.

‘Ini,’ jawab Kay di sela tangisnya sambil memegang bibir atas. Rupanya ketika jatuh giginya bertumbukan dengan bibir dan mengakibatkan luka. Bibir atas Kay berdarah. Tidak banyak memang, tapi pasti perih.
Baba merebahkan Kay di tempat tidur dan menutulkan handuk ke lukanya, setelah itu luka tersebut segera diobati. Kay diam sejenak dan menjilati bibir atasnya. Pasti akan jontor nih, pikir Baba, mungkin besok akan sariawan.
‘Makanya, Kay dengerin dong kalo dikasih tahu sama Baba dan Bibi,’ kata Baba sambil menutulkan obat ke bibir Kay, ‘kan tadi udah disuruh di atas tempat tidur aja. Lantainya kan licin lagi dipel sama Bibi. Kay turun mau apa sih?’
Tangisnya merebak kembali. ‘Minta geddong aja,’ rengeknya. Baba kembali menggendong Kay yang dengan manja segera meletakkan kepalanya di bahu. Beberapa menit kemudian tangisnya berhenti.
‘Baba mau makan dulu ya?’
‘Gendong aja!’ rengeknya.
‘Jadi Baba nggak boleh mamam?’
‘Gendong aja!’ tubuhnya diayun-ayunkan tidak keruan.
‘Coba lihat bibirnya,’ kata Baba sambil mengatur posisinya sehingga ia menghadap Baba. Sudah mulai membengkak. Jontornya jadi, hehehe.
‘Uuh!’ katanya memprotes sambil kembali meletakkan kepalanya di bahu Baba.
Jangan kuatir, Ma. Jontornya kecil kok, nyaris nggak kentara. Hanya saja sekarang dia jadi suka memonyong-monyongkan bibir atasnya. Mungkin gara-gara jontor itu rasanya jadi agak aneh ya, hehehe.

Aug 18, 2007

'Pake Kaush Kaki Shama Baba'--'Nyangkut'--'Mashukin Shini'

‘Pake kaush kaki shama Baba!’

Baba menghampiri suara itu dan mendapatkan Kay sedang duduk di lantai. Tangannya memegang sebuah kaus kaki. Pasangan kaus kaki di tangannya itu telah terpasang secara serampangan di kaki kanannya.

‘Pake kaush kaki,’ katanya lagi.

‘Pakai sendiri, dong,’ kata Baba.

‘Pake shama Baba aja!’ kata Kay minta Baba memakaikan kaus kaki. Kaus kaki untuk anak setahun itu hanya sampai ke mata kaki Kay. Setelah itu ia bangkit dan mulai melompat-lompat.

‘Awas nanti jatuh,’ kata Baba memperingatkan.

Kay mendekati kotak mainannya dan menarik kuda terbang. Gagal. Ia menarik lagi. Gagal lagi. Baba mendekat dan melihat bahwa tali penarik sayap si kuda terbang tersangkut pada mainan lainnya.

‘Nyangkut,’ kata Kay.

‘Iya,’ jawab Baba, ‘nyangkut ke gogok.’

Baba melepaskan kuda terbang dari kolintang berbentuk anjing itu dan mengepakkan sayapnya. Kay tersenyum dan meraih si kuda terbang dari tangan Baba.

Puas bermain dengan kuda terbang, Kay melesat ‘terbang’ ke ruang depan.

‘Pake kaush kaki shama Baba,’ katanya.

‘Kenapa?’ tanya Baba sambil mendekat. Rupanya sebelah kaus kakinya copot.

‘Sini,’ kata Baba, ‘gini cara makainya: pegang di sini, masukkan semua jari kaki dan tarik sampai ke mata kaki.’

Dengan kaus kaki kekecilan terpasang lagi, Kay menuju ke luar rumah.

‘Awaas, awaas,’ kata Kay memperingatkan diri sendiri saat ia melangkahi mainannya yang berserak di lantai.

‘Buka,’ katanya sambil menarik gagang pintu yang masih terkunci. Ia tersenyum saat melihat Baba mengambil kunci pintu.

‘Mashukin shini,’ perintahnya.

‘Masukin ke mana?’ tanya Baba.

‘Mashukin ke shini,’ Kay mengulangi perintahnya sambil menunjuk ke lubang kunci.

Baba memasukkan kunci ke dalam lubangnya dan bertanya lagi.

‘Terus diapain?’

‘Dibuka,’ jawab Kay.

Kay baru saja duduk di kursi di teras depan rumah saat Bibi memanggil dan menyuruhnya mandi. Dengan teriakan kegirangan Kay melesat masuk rumah menuju kamar mandi.

'Kay Mau Ke Shubang!'

‘Mama pulang dulu ya,’ demikian suara Nenek membangunkan Baba. Sebelum Baba sempat menjawab, Kay menyeruak masuk, air mata berderai di pipinya.

‘Kay mau ke Shubang!’ rengeknya.

Baba menggendong anak itu dan membujuknya.

‘Iya, nanti kita ke Subangnya, ya,’ bujuk Baba, ‘kan sekarang Teteh Iis lagi di kampung.’

Teteh Iis memang sedang ijin pulang kampung selama tiga hari.

‘KelumahYangtikeshubangshamaNenekaja!’ rengeknya lagi.

‘Shh, shh,’ bujuk Baba sambil menepuk-nepuk punggung Kay, ‘kata Jojo apa? Kalau kamu kesal, tarik na—?’

Kay menolak meneruskan kalimat itu. Tangisnya makin menjadi. Tangan kirinya menunjuk-nunjuk ke garasi.

‘Mau shama Kakek!’ tangisnya sambil menunjuk Kakek yang sedang memarkir mobil.

‘Iya, nanti kita ke Subang,’ Baba terus membujuk Kay hingga ia agak tenang.

Baba melap ingus dan air mata Kay dengan handuk kecilnya, lalu menyalakan TV. Iklan produk suplemen terpampang di layar. Baba mengganti saluran ke Playhouse Disney.

‘HUAAAAAAAA!!!’ tangis Kay kembali merebak. Ia sekarang terbaring di tempat tidur di depan TV, kakinya menendang-nendang tidak karuan.

‘Ganti!’ katanya meminta saluran TV diganti, ‘She-De-El aja!’

‘Emang tadi lagi iklan itu?’ tanya Nenek.

‘Iya, tadi diganti ke saluran anak-anak,’ jelas Baba.

Saat saluran dipindah iklan itu sudah selesai, beruntung Kay bisa segera terbujuk melihat iklan-iklan lainnya. Setelah tenang, Baba kembali menggendong Kay dan menyuruhnya berpamitan pada Nenek.

‘Salim dulu, Kay,’ kata Baba.

Sambil cemberut Kay mencium tangan Nenek.

‘Sini yuk, sama Kakek,’ kata Kakek menyodorkan dua tangan sebagai tanda ingin menggendong.

‘Jangan, Pa,’ kata Baba, ‘nanti ngamuk lagi lho.’

Benar saja. Tangis Kay meledak lagi. Setelah Kay berhasil dibujuk dan tangisnya berhenti, Nenek dan Kakek naik ke mobil dan berangkat ke Subang.

Kay menolak melambaikan tangan maupun memberikan kiss bye.

Setelah masuk ke rumah lagi, Kay tampak masih kesal. Sambil merajuk ia mulai mencari-cari mainannya.

‘Mau itu!’ katanya.

‘Mau apa? “Itu” apa?’ tanya Baba sambil menghampiri Kay.

‘Itu!’ katanya lagi, tangisan sudah membayang di wajahnya.

‘Sini,’ kata Baba sambil memeluk Kay, ‘Kay mau apa?’

‘Shapu,’ katanya. Rupanya ia mau memainkan sapu kecil yang dulu sekali dibelikan Nenek. Kay memang sangat suka menirukan Bibi menyapu dengan sapu mini tersebut.

Setelah itu Kay menghampiri Baba dan meletakkan kepalanya di pangkuan Baba. Baba mengangkatnya dan merebahkan Kay di tempat tidur depan TV dan kami pun menonton TV bersama.

‘Baba goyang-goyang Kay,’ kata Baba sambil menirukan cara Kay menggoyang badannya.

Kay ikut goyang-goyang. Senyumnya kembali terkembang.

Aug 17, 2007

Kegiatan Hingga Siang Hari Ini

‘Bobo,’ kata Kay sambil merebahkan tubuhnya di lantai teras depan rumah.

‘Oh, gitu bobonya,’ kata Bibi. Nenek memperhatikan tingkah Kay sambil tersenyum.

Tiba-tiba Kay bangkit berdiri sambil berkata, ‘Ambil bantal.’

Ia masuk ke dalam rumah. Tujuannya adalah kamar tidur, tempat yang ia tahu pasti ada bantalnya.

‘Ini ada bantal di sini,’ kata Baba sambil menunjuk ke sofa ruang tamu. Di sofa itu memang tergeletak sebuah bantal. Sofa ini adalah tempat tidur siang favorit Kakek. Kay berbalik arah dan mengambil bantal itu. Setelah meletakkan bantal di lantai teras, ia kembali merebahkan tubuhnya.

‘Oo, anaknya Mama,’ kata Bibi. Kay senyam-senyum, memamerkan lesung pipit sebesar ujung jarum di sudut kanan bibirnya.

Kemudian ia mengangkat perut dan merapikan bajunya agar menutupi perut. Lalu ia rebahan menghadap satu sisi, meringkuk dan menepuk-nepuk pantatnya, seperti yang biasa Baba atau Bibi lakukan untuk membuatnya tidur.

Semenit kemudian ia bangun lagi, menghampiri meja komputer. Kay menarik-narik kursi dan memposisikan kursi itu di depan komputer sambil bergumam, ‘Gini. Gini.’

Setelah kursi itu berada di depan monitor ia pun duduk. ‘Duduk,’ katanya. Lalu ia menarik laci keyboard dan mulai berpura-pura mengetik.

Baba, Nenek dan Bibi memperhatikan segala kelakuan Kay sambil tersenyum geli.

Saat Baba melintas, Kay turun dari kursi dan mengikuti Baba ke dapur. Baba berbalik dan menangkapnya lalu melemparnya tinggi-tinggi melampaui kepala Baba. Kay senang sekali dilempar dan, tentu saja, ditangkap lagi seperti itu.

‘Lagi!’ serunya, ‘Terbang lagi!’ Nyaring sekali suara tawanya, memenuhi rumah.

Baba melemparnya sekali lagi, lalu menggendongnya ke dapur.

‘Mimi dulu, yuk,’ ajak Baba. Kay minum setengah gelas air putih. Rupanya ia haus sekali.

‘Mau itu,’ katanya setelah turun dari gendongan Baba. Tangannya menunjuk kulkas. Di dinding kulkas terpasang secarik kertas kado bertuliskan Happy Birthday bekas pembungkus hadiah ulang tahun Kay.

‘Mau ini?’ tanya Baba sambil mengambil kertas kado tersebut.

‘Mau itu,’ kata Kay. Tangannya masih menunjuk sisi kulkas.

Rupanya yang ia inginkan adalah magnet kulkas berbentuk disk yang melekatkan kertas kado itu.

Setelah mendapatkan apa yang ia inginkan, Kay mengangkat bajunya dan mulai mengerik perut.

Yes, Gentles, lempengan magnet kulkas itu ia gunakan untuk kerokan. Ada-ada saja.

Kemudian ia mendekati Kakek yang sedang mengambil nasi dan mengerik punggung Kakek.

‘Aduuh, sakiit,’ kata Kakek.

‘Shakit,’ ulang Kay, ‘beldalah.’

Menurut Kay kalau sakit pasti berdarah.

Beberapa menit kemudian Kay sudah duduk di lantai, lempengan magnet kulkas ditutul-tutulkan ke lantai lalu ia gosok-gosokkan ke telapak kaki dan tangannya. Ia masih menggunakan magnet itu untuk kerokan. Kali ini pasiennya adalah dirinya sendiri.

Semua kegiatan ini berlangsung dalam tempo kurang dari dua jam. Kay mulai terlihat aktif dan tidak bisa diam.

Saat Baba mengetik entri ini, ia sudah melongok ke monitor komputer, memperhatikan tulisan yang Baba buat, minta diputarkan lagi Curi-Curi Pandang kesayangannya, menari diiringi lagu itu, menepuk-nepuk pahanya mengikuti irama lagu, berlari lagi ke dapur, mengangkat setengah buah pepaya dari piring dan mengambil bijinya dan menghancurkan biji pepaya itu dengan sisi lempengan magnet kulkas yang tadi ia pakai untuk kerokan.

Di dapur Baba menemukan Kay sedang mengusap-usap sikutnya.

‘Shakit. Pake Zam-Buk,’ katanya.

‘Kenapa?’ tanya Baba.

‘Kepentok tembok,’ jawab Bibi.

Baba mengambilkan Zam-Buk yang ia minta dan ia mengoleskannya ke sikutnya yang sakit.

Saat ini Kay sedang makan siang. Menu hari ini adalah tahu goreng dan kecap, sayur bening brokoli dan wortel dan, tentu saja, selembar keju cheddar.

Aug 9, 2007

Transkrip Pembicaraan Melalui Telepon

Baba : Lagi ngapain dia Is?
Teteh Iis : Itu lagi di tempat tidur.
Baba : Baru bangun?
Teteh Iis : Nggak. Biasa lah.

Tempat tidur lagi dibersihkan kan digeser, dia nangkring di

pinggiran tempat tidur nyanyi 'Kucingku Belang Tiga'.
Baba : Nemplok di pinggiran kasur sambil ayun-ayunan?
Teteh Iis : Iya. Biasa.
Baba : Sekolahnya gimana?
Teteh Iis : Ih! Males! Disuruh nggak mau, malah meluk-meluk gurunya!

Untungnya gurunya laki, jadi digalakin sedikit dia mau nurut.
Baba : Lho, emangnya kalo gurunya perempuan dia gimana?
Teteh Iis : Malah makin susah dan manja

Meluk-meluk dan bilang 'Aduuuuh!', 'Alaaaaah!'
Baba : Mana anaknya? Mau ngomong nggak?
Teteh Iis : Kay, ini Baba nih! Hayu ngomong dulu sini!
Kay : (Memperdengarkan sejumlah geraman dan erangan marah.)
Baba : Ya udahlah kalo nggak mau.
Teteh Iis : Tadi dia habis minum susu minta melon.

Akhirnya malah melonnya nggak dikunyah. Kenyang kali ya.
Baba : Diemut gitu?
Teteh Iis : Iya.
Baba : Dasar.

Ya udah lah kalo gitu. Nggak mau ngomong dia.
Teteh Iis : Ya udah ya.

Aug 7, 2007

Anak Manisnya Baba dan Mama

Kay mengangkat kepalanya dan memandang Baba sambil senyum.

‘Baba, Baba, Baba, Baba!’ serunya.

Ia sedang memilah-milah mainannya saat ia memanggil Baba. Baba sedang sarapan di meja makan di salah satu sisi ruangan, sementara Kay berada di sisi lain ruang tengah itu. Di dekat pintu yang menuju garasi.

‘Apa sayang, apa sayang, apa sayang,’ jawab Baba membalas senyumnya.

Sebelum Baba menyelesaikan kata-kata itu, Kay dengan tergopoh-gopoh beranjak dan menghampiri Baba…

…lalu memberikan sebuah pelukan erat yang amat hangat di pagi yang tiba-tiba menjadi sangat cerah bagi Baba.

Setelah itu ia kembali lagi menuju tumpukan mainannya dan kembali asyik bermain…

Aug 1, 2007

A Day In The Life Of Kay

05:30 – 06:00

Bangun pagi, pipis, langsung cari ayam atau mainan favorit hari ini. Main-main, gangguin Baba yang masih bobo.


07:00 – 07:30

Sarapan: havermout dengan madu dan pisang atau bubur manado rekayasa (dengan brokoli, wortel dan kaldu ceker ayam) dan semur tahu atau bubur roti dengan susu dan telur atau nasi dengan telur orak-arik.


08:00 – 09:00

Main, nonton TV atau jalan-jalan ke TK dekat rumah


09:00 – 09:30

Milkshake time (susu Ultra tawar, strawberry dan madu) atau susu dan madu (kalau tidak ada strawberry.)


09:30 – 11:30

Main lagi.


11:30 – 12:30

Makan siang. Sayur bening (oyong, katuk, bayam atau bayam merah dengan wortel) atau sop bola-bola daging atau udang dengan kaldu ceker dan semur tahu dan hati ayam atau nasi tim ayam atau kwetiau goreng.


13:00 – 15:00

Bobo siang.


15:00 – 16:00

Buah (pisang, alpukat atau papaya) dan susu cokelat atau bila tidak ada buah, agar-agar.


16:00 – 17:30

Main di depan rumah.


17:30 – 18:30

Makan sore, menu sama dengan makan siang.


19:00 – 20:30

Main di dalam rumah, atau menonton TV (Playhouse Disney). Minum susu tawar dengan madu atau susu cokelat.


20:30 – 21:00

Gosok gigi, cuci muka, kaki dan tangan, pakai piyama.


Sekitar jam 21:00

Bobo malam.


23:00 – 23:30

Dibangunkan Baba untuk pipis tengah malam sebagai pencegah ngompol. Langsung dilanjutkan dengan bobo lagi sampai pagi.

Talik Napaash

‘Talik napaash. Ssssssss—haaaaaa,’ kata Kay sambil menarik napas dalam-dalam. Saat menarik napas dadanya membusung dan bahunya diangkat.

‘Terus?’ tanya Baba.

‘Hitung shampai lima!’ serunya, sambil nyengir nakal.

‘Sampai sepuluh,’ kata Baba mengoreksi.

‘Shampai lima!’serunya lagi sambil tertawa-tawa jahil.

‘Sampai sepuluh,’ kata Baba lagi, ‘Jojo bilang tarik napas dan hitung sampai sepuluh.’

‘Shampai shepuluh,’ kata Kay akhirnya. Lalu dia lari menjauhi Baba sambil tertawa-tawa dan berteriak, ‘SHAMPAI LIMAAAAAA!!! HAHAHAHA!!’