Apr 15, 2008

Telur Asin

‘Eeh, jangan mainin pintu kulkas,’ suara Teteh terdengar, ditingkahi langkah-langkah kaki yang makin mendekati Baba yang sedang bersantai di hari Minggu sambil membaca buku di teras depan rumah.

‘Baba, telol ashin, Baba,’ kata Kay sambil mengacungkan sebutir telur asin ke wajah Baba.

Sebelum Baba berhasil memberi komentar ia sudah melaju ke arah dapur.

‘TELOL ASHIN, TETEEEH!’ seruannya terdengar melengking.

‘Mau makan pake telor asin?’ tanya Teteh.

‘Mau mamam pake telol ashin,’ jawabnya mengekor.

Teteh Iis mengambil mangkuk dan mengisinya dengan nasi, membelah telur asin itu menjadi dua, lalu menyuapi bocah yang menyambut makanan sederhana itu dengan lahap.

‘Itu telor dia ambil sendiri?’ tanya Baba.

‘Iya, tadi buka kulkas, terus ambil telor, minta makan deh,’ jawab Teteh.

Baba kembali melanjutkan bacaan. Kay masuk ke dalam, Teteh mengikuti. Sejurus kemudian lagu dari komputer mainan Kay terdengar.

‘Tigaa, duaa, entel!’ suara Kay terdengar sayup-sayup. Kode 32 adalah kode untuk musik, biasanya ia akan memilih musik yang diiringi dengan gambar seekor paus menari di layar.

‘Ikan, Teteh. Ikan paus!’

Betul, kan?

Kurang lebih 45 menit berlalu. Kay kembali ke teras dan memilih beberapa buku bergambar yang menjadi favoritnya.

‘Ayam, Teteh. Ayam, Baba,’ katanya sambil menunjuk gambar ayam di bukunya.

‘Belum selesai makannya?’ tanya Baba.

‘Wah,’ kata Teteh, ‘ini udah nambah. Yang tadi mah udah habis.’

‘Nambah?’ tanya Baba heran, ‘Cuma sama telor asin aja makannya nambah?’

‘Iya, dia kan memang doyan telor asin.’

Kay memang suka telur asin, tapi baru kali ini Baba melihat dia makan dengan telur asin sampai nambah.

Apr 2, 2008

Kangen

‘Bobo siang sampai jam 4 sore,’ kata Teteh Iis sambil menutup pintu kamar. Ia baru saja melongok Kay yang sedang dikeloni oleh Nenek.

‘Udah tidur?’ tanya Baba. Jam dinding menunjukkan pukul 10 malam. Baba baru tiba di rumah dan hendak menyantap makan malam.

‘Belum,’ jawab Teteh, ‘tidur sampai sore, bisa-bisa tidur jam sebelas.’

Selesai makan malam, tiba-tiba tangisan Kay terdengar dari kamar. Baba segera mencuci tangan dan masuk ke kamar.

Kay sedang berbaring di atas tubuh Nenek, menangis tersedu-sedu. Nenek berusaha membujuknya.

‘Kenapa, Nak?’ tanya Baba.

‘Nenek salah ngomong,’ jelas Nenek, ‘maunya bilang “bobo sama Nenek?” eh keluarnya malah “bobo sama Mama?”. Terus langsung nangis.’

‘Ooh, sayang,’ kata Baba sambil menggendong Kay. Yang digendong segera meletakkan kepalanya di bahu Baba. Sedu-sedannya masih berlanjut.

‘Kenapa?’ tanya Teteh Iis yang melongokkan kepalanya di pintu kamar.

Sebelum sempat menjawab Kay sudah mendengus mengeluarkan ingusnya. ‘Aduh, aduh, ingus,’ kata Teteh sambil meraih handuk, ‘sini dilap dulu ingusnya.’

Setelah dilap ingusnya tangisan Kay berhenti, namun ia masih terisak.

‘Mau bobo sama siapa?’ tanya Baba.

‘Shama Baba,’ jawabnya lirih.

‘Bilang dulu sama Nenek.’

‘Nek, Kay mau bobo dulu, ya,’ bisiknya.

‘Iya,’ jawab Nenek, ‘tidur yang nyenyak, ya.’

‘Kiss dulu Neneknya,’ kata Baba.

Kay menyorongkan tubuhnya dan Nenek mencium pipi tembam Kay.

‘Udah, bobo, ya,’ kata Nenek, ‘ Nenek keluar, ya.’

Di tempat tidur, Kay segera memeluk Baba dengan erat.

‘Kenapa Kay tiba-tiba nangis, Sayang?’ tanya Baba.

Pelukannya makin erat.

‘Kay kangen sama Mama?’

‘Iya,’ jawabnya lirih.

‘Sabar, ya. Sebentar lagi Mama pulang, kok,’ kata Baba.

‘Iya,’ jawab Kay sambil menyembunyikan wajahnya di dada Baba dan mempererat pelukannya.

‘Udah, bobo, ya.’

‘Iya.’