Baba dan Nenek sedang sarapan ketika Kay terlihat ngeluyur ke ruang tamu.
“Nggak di depan?” tanya Baba lagi.
“Nggak.”
Baba langsung bangkit dari meja makan dan menyusul Kay ke ruang tamu. Tidak terlihat bayangannya. Baba berlari ke teras, batang hidung si anak kecil itu masih belum tampak. Gerbang teras tertutup, namun Baba melihat sinar matahari masuk ke dalam garasi. Ini berarti pintu garasi terbuka!
Baba melesat ke garasi. Anak itu masih belum tampak. Baba berlari keluar, menoleh ke kiri—kosong—lalu ke kanan dan melihat sosok setinggi satu meter menghampiri tukang sayur di depan rumah Bu Ahmad.
“Kayril!” panggil Baba, dia cuek.
Baba menghampiri, mengelak dari tabrakan anjing kecil Pak Yance.
“Gogok!” kata Kay.
“Kenapa langsung ngeluyur aja sih?” tegur Baba, “Hayu pulang.”
“Mau jalan-jalan ya?” tanya Bu Ahmad.
“Iya, pulang aja,” kata tukang sayur, “itu ada ondel-ondel lho!” lanjutnya berusaha menakut-nakuti Kay—tentu saja tidak berhasil, Kay malah celingukan mencari ondel-ondel.
“Wah dia nggak takut sama ondel-ondel,” kata Baba menjelaskan, “semalam mati lampu aja dia kegirangan.”
Tukang sayur itu menggeleng-gelengkan kepalanya keheranan.
***
Setelah Baba mandi, Baba mengajak Kay ke kamar.
“Kayril, lihat Baba!” perintah Baba sambil memegang kedua tangannya. Ia memandang Baba.
“Kalo pintu terbuka, Kay jangan suka langsung ngeluyur keluar, kalo nanti ada motor atau mobil dan Kay ketabrak gimana? Kalau mau jalan-jalan—”
Kay melengos dan melepaskan diri dari pegangan Baba lalu bermain dengan celana panjang Baba.
“—bilang, biar nanti diajak sama Teteh atau Nenek, ya?” pinta Baba sambil kembali menarik Kay dan memegang tangannya. Ia memeluk Baba, “Aduh-aduuh,” katanya.
“Ya? OK?” tanya Baba sekali lagi.
“Iya,” jawab Kay, “OK.”