Mar 14, 2007

Warna

“Lompat-lompat!!” seru bocah cilik yang baru saja mandi dan masih telanjang bulat di hadapan Baba. Tanpa menunggu lagi ia langsung berlompatan tidak karuan.

“Menari dulu dong,” pinta Baba. Kay langsung menggoyang-goyangkan tangan dan pinggulnya ke kiri dan ke kanan.

“PATO!!” serunya menirukan pembuka program anak-anak Pocoyo yang sering ia tonton.

“Sini pake baju dulu!” panggil Bibi.

“Kuning,” kata Kay setelah memakai baju. Kaus yang dipakainya memang berwarna kuning. Pemberian Uwa Mia dari Lombok.

“Pegang melah!” katanya lagi sambil memegang keranjang mainannya yang berwarna merah.

“Pegang kuning!” katanya sambil meraih bebek mainan berwarna kuning. Kay sedang menirukan terapisnya.

“Pegang biru!” perintah Baba. Kay menoleh ke kanan dan tanpa ragu lagi memegang donat plastik berwarna biru.

“Pegang hijau!” perintah Baba lagi. Di hadapan Kay, agak tersembunyi, tergeletak sebuah topi hijau. Kay celingukan, mencari-cari benda berwarna hijau.

“Nggak ada ya?” kata Bibi, “ada nggak yang hijau?”

“Pegang hijau!” seru Kay sambil menyentuh sebuah kartu pos yang berwarna dominan hijau.

Kay pintar! Dia sudah bisa membedakan warna sekarang. Baba senang sekali melihatnya.

Terbangun di Malam Hari

Ce-klek, Baba mendengar suara pintu kamar terbuka. Baba bergegas menuju kamar. Pasti anak ini bangun, pikir Baba. Di ambang pintu Kay sudah berdiri dengan mata setengah terpejam.

“Mimi,” katanya.

Baba mendekat dan segera menggendongnya. “Mimi apa nak?” tanya Baba.

“Mimi ail putih.”

“Okay. Sebentar ya, pintunya ditutup dulu supaya nggak ada nyamuk masuk,” kata Baba seraya menutup pintu.

Kami berdua ke dapur, Kay dalam gendongan Baba. Berat juga ini anak ya, pikir Baba.

Setelah minum tiga teguk Kay menunjuk pintu kamar, “Ke shitu,” katanya. Baba pun menggendongnya ke arah kamar.

Di depan kamar Baba berhenti sejenak dan bertanya, “Mau langsung bobo apa mau pipis dulu?”

Kay diam.

“Pipis dulu ya,” kata Baba.

“Tutup pintu dulu,” ujar Kay, tangannya meraih gagang pintu dan ia menutup pintu yang baru saja Baba buka.

“Pipis di mana?”

“Di shitu, kamal mandi.”

Setelah pipis kami kembali ke kamar dan di atas tempat tidur Kay menunjukkan perangai yang amat manja. Ia berkali-kali meminta Baba tidur menyamping agar ia bisa memeluk leher Baba. Iseng, Baba menepuk-nepuk pantatnya dengan agak keras dan berirama. Kay nyengir lebar.

“Tepuk-tepuk,” katanya meminta. Baba kembali menepuk-nepuk pantatnya, dan sejenak kemudian Kay tertidur.

* * *

Sudah jam dua belas malam, waktunya tidur, pikir Baba. Setelah mematikan televisi dan lampu Baba menuju kamar dan membuka pintu. Dan daun pintu menumbuk jempol kaki Kay. Air muka anak kecil itu serta-merta berubah, marah, kesal, sakit dan kantuk berpadu di wajahnya. Ia memukul kepalanya, kebiasaan buruk yang dilakukan kalau ia sedang marah.

Sebelum menangis, Baba segera menggendong Kay. Ia memukul punggung Baba sekali.

“Iya,” kata Baba, “maafkan Baba ya. Baba kan nggak tau kalau Kay ada di situ.”

Kay memeluk Baba. Tangisnya tidak jadi keluar, meskipun ia masih cemberut.

“Maafin Baba ya, Nak,” kata Baba lagi sambil meletakkan Kay di tempat tidur. Matanya segera terpejam.

“Kenapa sih Kay malam ini tidurnya gelisah sekali? Ingat Mama ya?” bisik Baba, “Udah, nggak apa-apa, Mama baik-baik aja kok di sana. Kay juga baik-baik aja di sini, Ma.”

Pipi gembil kemerahan itu mendapat ciuman lembut dari Baba.

Mar 13, 2007

"Baba mamam pake shoto!"

“Putelin,” kata Kay sambil mengacungkan gasingnya ke arah Baba.

“Nanti ya,” jawab Baba, “Baba mau mamam dulu.”

“Baba mamamnya di mana nak?” tanya Baba.

Kay menghampiri salah satu kursi di meja makan, “Di shini,” katanya sambil menyentuh kursi yang biasa Baba duduki.

Baba duduk di kursi itu dan mulai makan. Lauk hari ini tumis kailan.

“Baba mamam pake shoto,” kata Kay.

“Pake soto?” tanya Baba sambil tertawa, “soto apa?”

“Shoto ayam. Ayam jago.”

Dan Kay mulai bernyanyi, “Ayam jago ari kong-kong-kongkorongoooook!”

Lalu Kay keluyuran ke dapur sambil berpura-pura menelepon, “Halo? Aya naon?” katanya. Sejurus kemudian ia menjawab sendiri pertanyaan itu: “Euweuh nanaon.”

Hehehehe, aya budak Sunda euy!