Mar 31, 2008

Pamitan Untuk Main & Bujukan Untuk Pulang

‘BABAAAAAA!!!’ teriaknya dari garasi.

‘Eh, jangan teriak-teriak,’ susul suara Teteh Iis sedetik kemudian, ‘bilangnya dari dekat.’

‘BABAAAA!!’ teriak Kay lagi. Suaranya makin mendekat.

‘Hey,’ kata Baba, ‘Kenapa? Sini bilangnya.’ Beberapa detik kemudian sosoknya muncul di ambang pintu.

‘Baba,’ kata anak yang masih memakai piyama itu melangkah masuk dari garasi, ‘Kay mau ke lumah desweidesweideswei yaaaa…’ lanjutnya tidak jelas karena ia langsung lari keluar takut ditinggal oleh Teteh.

Kay memang belakangan ini sedang sangat suka sekali bermain di luar rumah. Ia biasanya bermain sambil sarapan atau makan sore di rumah salah seorang tetangga sambil memperhatikan ikan atau burung yang menjadi peliharaan mereka. Kalau sudah begini biasanya ia sulit diajak pulang. Harus dengan ekstra bujukan yang dilakukan dengan ekstra sabar. Biasanya, kalau waktu sarapan, Baba yang sudah bersiap berangkat ke kantor harus kembali ke rumah sambil menggendong seorang anak yang menangis sedih.

‘Eeh, kan ada waktunya main dan ada waktunya pulang, ingat Bing & Bong juga pulang kalau sudah waktunya pulang kan?’ kata Baba membujuk sambil menyebut salah satu filler Playhouse Disney yang menjadi kesukaan Kay. Kedua tokoh utama dalam serial itu memang selalu pulang bila alarm sudah memanggil mereka.

‘Huhuhuhuu,’ isak Kay, lalu ia akan mendengus, ‘Ingush, minta handuk,’ katanya. Setelah handuk diberikan ia akan mengusap air mata dan ingusnya sendiri.

Biasanya setelah ia tiba di rumah, Kay sudah lupa akan marahnya dan kembali melompat-lompat kegirangan menuju bak mandi…

Mar 17, 2008

Pagi Ini

“Baba lagi nyemil shepatu dulu, ya,” kata Kay sambil menghampiri Baba, lalu ia duduk di belakang Baba.

“Iya, Baba sedang menyemir sepatu.”

“Shedang menyemil shepatu,” katanya mengikuti.

“Sepatu siapa?”

“Shepatu Baba.”

“Kay sedang apa?”

“Shedang duduk.”

“Sambil?” tanya Baba, mengharapkan ia menjawab bahwa ia sedang melihat Baba menyemir.

“Mamam.”

“Mamam apa?”

“Nashi.”

“Nasi apa?”

“Nashi liwet.”

Hehe, padahal dia makan nasi tim tahu dan ceker ayam.

“Baba mau berangkat ke?” tanya Baba setelah siap berangkat.

“Ke kantol.”

“Kay di?”

“Di lumah.”

“Sama?”

“Shama Bibi.”

“Sama siapa lagi?”

“Shama Teteh.”

“Baik-baik di rumah, ya. Nurut sama Bibi dan Teteh.”

“Iya.”

“Mamam yang banyak, ya.”

“Iya.”

“Mimi yang banyak, ya.”

Diam.

“Ok?”

Diam.

“Okie?”

“Dokie.”

“Supaya?” tanya Baba mengharap ia menjawab ‘supaya sembuh.’

“Nggak cekukan,” jawabnya di luar dugaan.

“Kemalen di Bandung naik kuda,” katanya lagi.

“Iya. Kay mau naik kuda lagi?”

“Mau.”

“Oke. Sembuh dulu, ya. Baba berangkat ya. Dadaaa,” kata Baba melambaikan tangan.

“Dadaaaaaaa,” Kay membalas lambaian Baba.