'Hai, aku Baba,' kata Kay sambil menunjuk dada Baba.
'Hai, aku Mama,' katanya lagi sambil menunjuk Mama.
'Hai, aku Kayril,' jawab Baba dan Mama bersamaan.
Kay tertawa terbahak-bahak lalu memeluk kami berdua.
Jun 25, 2008
Jun 21, 2008
Tidak Boleh Pergi Lagi
‘Claim Open itu maksudnya apa ya, Teh?’ tanya Baba pada Teh Yuyun, salah satu sepupu Mama yang pagi itu menemani Baba dan Kay ke Bandara Soekarno-Hatta.
‘Pilotnya udah minta mendarat ke menara, meureun,’ jawab yang ditanya tak pasti.
Pagi itu, tanggal 15 Juni 2008, Baba, Kay dan Teh Iis sudah tiba di bandara sejak jam 8 pagi. Kami ditemani sepupu Mama dari Bandung, Teh Yuyun dan Teh Neneng dan kedua sepupu Kay, Anya dan Adel.
Kenapa pagi-pagi sekali di hari Minggu yang ditingkahi oleh renyai gerimis kami sudah ada di bandara?
Tepat sekali, Gentles, kami di sana untuk menjemput Mama yang akan pulang dari Swedia.
For good? Baba dengar sebagian dari kalian bertanya-tanya.
Yes. For good. Tak lama lagi kami akan kembali bertiga.
Hooray!
Lama kami menunggu, status penerbangan Mama tidak kunjung berubah. Sementara penerbangan-penerbangan sesudahnya dilaporkan telah mendarat.
Wah,sepertinya laporan yang tertera di LCD display itu tidak dapat diandalkan, pikir Baba. Akhirnya setelah kira-kira setengah jam Baba memutuskan untuk mencuri pandang dari luggage tag orang-orang yang keluar dari pabean.
Bukan yang ini . . . ini juga bukan . . . ini nggak kelihatan . . . nah! Ini dia!
Akhirnya Baba menemukan orang yang mendorong kopor dengan luggage tag bertuliskan nomor penerbangan Mama. Ini berarti sebenarnya pesawat yang ditumpangi Mama sudah mendarat.
‘Sini, Kay,’ panggil Baba, ‘sebentar lagi Mama datang, nih.’
Kay segera menghampiri Baba dan mulai berusaha memanjat pagar pembatas, diikuti oleh kedua sepupunya yang selalu menjaga Kay kemanapun dia pergi.
Tak lama kemudian sosok Mama muncul dari balik dinding penyekat.
‘Siapa itu, Kay?’ tanya Baba sambil menunjuk Mama.
Tanpa menjawab Kay langsung menghambur ke arah Mama sambil berteriak:
‘MAMAAAAAA!!’
—dan langsung minta gendong lalu memeluk Mama erat-erat.
‘Ya ampuun!’ kata Mama, ‘kok kurus sih, Nak?’
Yang ditanya asyik memainkan rambut Mama yang dibiarkan panjang.
‘Kurus tapi tinggi, Ma,’ kata Baba, ‘Mamamnya memang lagi jelek sih. Kadang-kadang sarapan tidak habis dan kalau makan akhir-akhir ini selalu diemut.’
Baba mendorong trolley berisi kopor-kopor Mama sementara Mama menggendong anak yang sedang asyik bermanja-manja.
‘Sebentar ya, aku ambil mobil dulu,’ kata Baba sambil berlari menuju lokasi parkir mobil.
Beberapa menit kemudian kami selesai memasukkan semua barang—dan orang—ke dalam mobil dan melaju menuju rumah.
‘Tadi Mama tanya katanya Mama nggak boleh pergi lagi, Ba,’ kata Mama.
‘Oh ya? Mama boleh pergi lagi, Kay?’ tanya Baba.
‘Tidak,’ jawab Kay.
‘Kalau Baba boleh pergi?’ tanya Baba lagi.
‘Tidak.’
‘Jadi Baba sama Mama di sini aja sama Kay?’
‘Iya,’ jawabnya mantap.
‘Pilotnya udah minta mendarat ke menara, meureun,’ jawab yang ditanya tak pasti.
Pagi itu, tanggal 15 Juni 2008, Baba, Kay dan Teh Iis sudah tiba di bandara sejak jam 8 pagi. Kami ditemani sepupu Mama dari Bandung, Teh Yuyun dan Teh Neneng dan kedua sepupu Kay, Anya dan Adel.
Kenapa pagi-pagi sekali di hari Minggu yang ditingkahi oleh renyai gerimis kami sudah ada di bandara?
Tepat sekali, Gentles, kami di sana untuk menjemput Mama yang akan pulang dari Swedia.
For good? Baba dengar sebagian dari kalian bertanya-tanya.
Yes. For good. Tak lama lagi kami akan kembali bertiga.
Hooray!
Lama kami menunggu, status penerbangan Mama tidak kunjung berubah. Sementara penerbangan-penerbangan sesudahnya dilaporkan telah mendarat.
Wah,sepertinya laporan yang tertera di LCD display itu tidak dapat diandalkan, pikir Baba. Akhirnya setelah kira-kira setengah jam Baba memutuskan untuk mencuri pandang dari luggage tag orang-orang yang keluar dari pabean.
Bukan yang ini . . . ini juga bukan . . . ini nggak kelihatan . . . nah! Ini dia!
Akhirnya Baba menemukan orang yang mendorong kopor dengan luggage tag bertuliskan nomor penerbangan Mama. Ini berarti sebenarnya pesawat yang ditumpangi Mama sudah mendarat.
‘Sini, Kay,’ panggil Baba, ‘sebentar lagi Mama datang, nih.’
Kay segera menghampiri Baba dan mulai berusaha memanjat pagar pembatas, diikuti oleh kedua sepupunya yang selalu menjaga Kay kemanapun dia pergi.
Tak lama kemudian sosok Mama muncul dari balik dinding penyekat.
‘Siapa itu, Kay?’ tanya Baba sambil menunjuk Mama.
Tanpa menjawab Kay langsung menghambur ke arah Mama sambil berteriak:
‘MAMAAAAAA!!’
—dan langsung minta gendong lalu memeluk Mama erat-erat.
‘Ya ampuun!’ kata Mama, ‘kok kurus sih, Nak?’
Yang ditanya asyik memainkan rambut Mama yang dibiarkan panjang.
‘Kurus tapi tinggi, Ma,’ kata Baba, ‘Mamamnya memang lagi jelek sih. Kadang-kadang sarapan tidak habis dan kalau makan akhir-akhir ini selalu diemut.’
Baba mendorong trolley berisi kopor-kopor Mama sementara Mama menggendong anak yang sedang asyik bermanja-manja.
‘Sebentar ya, aku ambil mobil dulu,’ kata Baba sambil berlari menuju lokasi parkir mobil.
Beberapa menit kemudian kami selesai memasukkan semua barang—dan orang—ke dalam mobil dan melaju menuju rumah.
‘Tadi Mama tanya katanya Mama nggak boleh pergi lagi, Ba,’ kata Mama.
‘Oh ya? Mama boleh pergi lagi, Kay?’ tanya Baba.
‘Tidak,’ jawab Kay.
‘Kalau Baba boleh pergi?’ tanya Baba lagi.
‘Tidak.’
‘Jadi Baba sama Mama di sini aja sama Kay?’
‘Iya,’ jawabnya mantap.
Jun 4, 2008
Improvisasi
Tuk tuk tuk ada s’patu
S’patuku kulit lembu
Kudapat dari Ibu
Karena rajin membantu
Kring kring kring ada s’peda
S’pedaku roda dua
Kudapat dari Ayah
Karena rajin bekerja
‘Ayo, Kay nyanyi!’ ajak Baba seusai menyanyikan lagu anak-anak di atas.
Yang diajak segera bersiap-siap dengan bertepuk tangan dan menggoyang badannya ke kiri dan ke kanan.
Lalu menyanyikan ini:
Meyong meyong ada kucing
Kucingku belang tiga
Kudapat dali Engki
Kalena lajin—
‘—suala kucing, Babaaa!’ katanya sambil memeluk Baba, meminta Baba menirukan suara kucing.
‘Meong,’ kata Baba.
‘Ah, ah, ah,’ Kay mengeluarkan suara manja sambil mempererat pelukannya.
Duuh, anak Baba ini pandai sekali mengalihkan perhatian orang tuanya…
S’patuku kulit lembu
Kudapat dari Ibu
Karena rajin membantu
S’pedaku roda dua
Kudapat dari Ayah
Karena rajin bekerja
Kucingku belang tiga
Kudapat dali Engki
Kalena lajin—
‘Meong,’ kata Baba.
Jun 2, 2008
Kerja yang Bagus
'Kelja yang bagus, Semuanya!' kata Kay.
'Kelja yang bagus, Ba!' katanya lagi sambil menghadap Baba.
'Kerja yang bagus? Kalau begitu tepuk tangan dong,' pinta Baba.
Plok! Plok! Plok!
Kay bertepuk tangan tiga kali, berbalik memunggungi Baba dan langsung terlelap.
'Kelja yang bagus, Ba!' katanya lagi sambil menghadap Baba.
'Kerja yang bagus? Kalau begitu tepuk tangan dong,' pinta Baba.
Plok! Plok! Plok!
Kay bertepuk tangan tiga kali, berbalik memunggungi Baba dan langsung terlelap.
Subscribe to:
Posts (Atom)