Aug 29, 2006

"Dua Kilo!" -- Upacara -- Nakal -- Keju?

“Kayril.”
“Ya Baba.”
“Berapa beratnya?” ia sedang berdiri di atas timbangan badan.
“Dua kilo!” jawabnya dengan segala keyakinan yang hanya dimiliki oleh seorang balita, kemudian tertawa dan memelukku, “duuh…laah…”
“Upacara dulu,” pintaku.
“Pipi kanan,” katanya sambil mencium pipi kananku. “Pipi kili,” pipi kiriku mendapat bagian. “Mmmm,” gumamnya mencium bibirku. “Jidat,” katanya sambil mengadu keningku dengan keningnya.
“And?” tanyaku.
“Big hug!!! AAAAAAAAAAAA!!!!” dipeluknya aku erat-erat sambil berteriak nyaring di kupingku.

Laporan terapisnya kemarin kurang memuaskan, Kay tidak bisa diam dan ingin keluar kelas terus—‘Kay lebih nakal’ demikian tulis Sang Terapis—sehingga nilai duduk dengan rapinya lebih buruk daripada minggu lalu, tetapi yang lainnya, termasuk mengidentifikasi warna (merah) baik dan konsisten. Mungkin yang jadi masalah bagi Kay adalah bersinggungannya waktu sekolah dengan waktu dia tidur siang, jadi di kelas Kay seringkali mengantuk. Hehehe.

Soal selera makan? Kay memang kurang suka nasi, kayaknya. Kalau makan nasi maunya diemut saja, meskipun dengan semur hati ayam yang biasanya menjadi kesukaan. Entah bagaimana caranya anak itu bisa saja memilah nasi dengan sayuran atau lauk lainnya di dalam mulut sehingga meskipun sayur atau lauk sudah ditelan nasinya pasti tertinggal di rongga antara lidah dan gigi seri untuk diemut.
“Tapi kalo makan nasi pake ati ayam dan keju nggak masalah,” ujar Teteh Iis, pengasuh Kay. Nah lho? Macam mana pula ini makan nasi pakai semur hati ayam dan selembar keju?
Yah, nggak apa-apalah, yang penting anaknya mau makan. Ya kan Ma?

Aug 25, 2006

Gabal Ayam

Semalam saat membuka pintu rumah, sebuah pemandangan lucu dan menggemaskan menyambutku. Kay sedang duduk di pangkuan neneknya, mengenakan sarung. He is so cute in that!

Saat melihatku senyumnya terkembang dan ia langsung bangkit menghampiriku dan memeluk dan mencium kedua pipiku. Tangannya terkembang, minta ‘gedong sama Baba’ katanya.

Di sekolahnya Kay menunjukkan perkembangan yang cukup baik, ia sudah mulai bisa memahami perintah-perintah sederhana, sudah bisa ‘duduk yang rapi’ berkali-kali, melompat tiga kali berturut-turut. Nilai pada kelas Behavioral Therapy-nya sudah baik (rata-rata A).

Kemarin ia melukis dengan jari. Ketika terapis bertanya lukisan apa yang ia buat, dengan yakin Kay menjawab: ‘Gabal ayam!’ lalu mendekatkan jemari berlumur cat itu ke hidungnya, dan berkata: ‘Bau!’.

All in all he’s improving, and that makes me happy. Last night while he played he sang an unintelligible song that had a somewhat familiar tune to my ears. I asked him to repeat the song, and he repeated it all the way from the beginning, starting the song with the words: ‘Bawalah aku ke tepat ku tudju / bila t’lah tapak, kapung hañamalamanku / buñikan ñaling seluling ketamu / tiwiit.’ He was singing one of Tasya’s song.

Satu hal yang menakjubkan dari Kay adalah kemampuannya menyambungkan lagu yang satu dengan yang lainnya, dengan kata lain ia suka membuat medley. Semalam ia memanjat tempat tidur sambil bernyanyi:

Naik naik ko putcak gunung
Tig’gi ti’gi hokali
Kiliii kanan kulihat haja
Bañak pohon tcomala pohon lamping
Daunnya halus lang’hing
Bo’golak-golak kian komali
Hopolti tangan ponali…

See? The only thing I am trying to stop is his fondness of swinging a rolled play-dough worm, saying: ‘ini e’ek’.

Aug 23, 2006

phonecall at 16:45

Baba : Kayril lagi ngapain?
Kayril : Sekolah.
Baba : Sekolah?
Kayril : Babababababa!!! Mamamamamama!!
Baba : Mama ada di mana?
Kayril : Di Swedia (dia mengucapkannya Hwedia, dengan nada tinggi dan panjang pada ‘di’—Hwediiiii-a!)
Baba : Kayril udah sekolah?
Kayril : Udah (lalu dia menyanyi Naik Kereta Api, sebagian Balonku—meletus balon hijau, DOR!; dan Bintang Kecil sampai habis)

Aug 16, 2006

Sebuah Introduksi

Lima hari lagi saya akan menjadi orang tua tunggal secara fisik selama minimal satu tahun.

Saya sebut secara fisik karena saya tahu bahwa secara psikologis istri saya akan tetap bersama dengan saya selama kurun waktu (minimal) setahun itu. Saya meyakini itu meskipun secara wadag ia akan berada ribuan kilometer jauhnya dari saya dan Kay, anak kami.

Tanggal duapuluhsatu Agustus duaribuenam nanti ia akan berangkat ke Lund, Swedia untuk meneruskan pendidikannya ke jenjang berikut. Dan saya akan tinggal di Jakarta bersama Kay.

No worries. Kay adalah anak yang baik. Anak penyayang yang selalu ceria.

Dan melalui halaman-halaman virtual ini saya akan menceritakan pada kalian (pada kamu juga, Ma) keseharian saya bersama Kay, my son, my sun.

Gentles, please enjoy My Day With Kay...