Nov 12, 2007
Tolpes dan Lateral Thinking
‘Apa ini, Kay?’ tanya Baba.
‘Tolpes,’ jawabnya.
‘Bukan tolpes, tapi toples,’ kata Baba berusaha membenarkan.
‘Tolpes,’ katanya lagi.
‘Bukan tolpes, Nak, top—?’ kata Baba lagi, maksudnya agar Kay mengikuti suku kata yang Baba ucapkan.
‘—pes,’ lanjut Kay.
‘Hahahahaa! Bukan, ikutin Baba, ya: top—?’
‘Top-pes,’ kata Kay.
‘Hahahahaha, tungguin Baba dong. Top-les, gitu.’
‘Tolpes.’
Kay memang masih sangat cadel dan selalu terbalik dalam mengucapkan kata-kata dengan huruf l dan r yang menempel dengan huruf lain, misalnya: ‘coklat’ dan ‘jigrak’. Ia akan menyebutkan kedua kata itu sebagai ‘colkat’ dan ‘jilgag’.
Tetapi, dalam hal yang lain, ia menunjukkan kecerdasannya. Mungkin ini menunjukkan kemampuan lateral thinking Kay.
Suatu hari ia diminta oleh Kakak memakai sandal. Ketika ia sedang memasukkan kakinya ke dalam sandal jepit favoritnya itu, secara tidak sengaja sandal itu tertendang sehingga posisinya berubah, sebelah kanan ada di sisi kiri dan sebaliknya.
Kay tidak menunjukkan tanda-tanda akan memperbaiki posisi sandal, ia malah terlihat cuek dan tetap menyorongkan kakinya ke dalam sandal itu.
‘Eh,’ kata Kakak, ‘sandalnya terbalik. Benerin dulu, dong.’
‘Iya,’ tambah Yangti, ‘nanti jatuh, lho.’
Kay cuek dan menyilangkan kaki kanannya ke depan kaki kiri dan memakai sandal kanan, lalu ia melakukan hal yang sama pada kaki kirinya. Akhirnya ia tidak memakai sandal terbalik.
‘Wah, udah pintar, ya, ternyata,’ kata Kakak memuji.
Aku udah tau kok kalo sendalnya terbalik. Kan bisa juga makenya kayak gini, nggak usah pake bungkuk-bungkuk ngebenerin posisinya dulu, mungkin itu pikir Kay.
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment