Aug 19, 2007

Jontor

Baba baru saja menutup kulkas saat melihat Kay terjerembab di dekat meja makan. Tangisnya langsung mengalahkan suara televisi. Baba segera menggendong dan memeriksa apakah ada tangan atau kaki yang keseleo. Kelihatannya aman, tapi Kay masih tampak kesakitan sambil sesekali memegang mulutnya.

‘Mana yang sakit?’ tanya Baba.

‘Ini,’ jawab Kay di sela tangisnya sambil memegang bibir atas. Rupanya ketika jatuh giginya bertumbukan dengan bibir dan mengakibatkan luka. Bibir atas Kay berdarah. Tidak banyak memang, tapi pasti perih.
Baba merebahkan Kay di tempat tidur dan menutulkan handuk ke lukanya, setelah itu luka tersebut segera diobati. Kay diam sejenak dan menjilati bibir atasnya. Pasti akan jontor nih, pikir Baba, mungkin besok akan sariawan.
‘Makanya, Kay dengerin dong kalo dikasih tahu sama Baba dan Bibi,’ kata Baba sambil menutulkan obat ke bibir Kay, ‘kan tadi udah disuruh di atas tempat tidur aja. Lantainya kan licin lagi dipel sama Bibi. Kay turun mau apa sih?’
Tangisnya merebak kembali. ‘Minta geddong aja,’ rengeknya. Baba kembali menggendong Kay yang dengan manja segera meletakkan kepalanya di bahu. Beberapa menit kemudian tangisnya berhenti.
‘Baba mau makan dulu ya?’
‘Gendong aja!’ rengeknya.
‘Jadi Baba nggak boleh mamam?’
‘Gendong aja!’ tubuhnya diayun-ayunkan tidak keruan.
‘Coba lihat bibirnya,’ kata Baba sambil mengatur posisinya sehingga ia menghadap Baba. Sudah mulai membengkak. Jontornya jadi, hehehe.
‘Uuh!’ katanya memprotes sambil kembali meletakkan kepalanya di bahu Baba.
Jangan kuatir, Ma. Jontornya kecil kok, nyaris nggak kentara. Hanya saja sekarang dia jadi suka memonyong-monyongkan bibir atasnya. Mungkin gara-gara jontor itu rasanya jadi agak aneh ya, hehehe.

No comments: