“Nabung dulu yuk!” kata Baba sambil memberikan sekeping koin lima ratus pada Kay. “Masukin ke celengan ayam besar ya,” lanjut Baba.
“Nabung!” ujar Kay. Ia meraih koin itu dari tangan Baba dan memasukkannya ke dalam celengan, lalu ia bertepuk tangan, “Holeeee!” soraknya.
“Kayril,” panggil Baba sambil memegang celengan itu, “Ini apa?”
“Jambul,” jawabnya.
“Ini apa?” tanya Baba lagi sambil memegang bagian yang lain.
Kay diam, ia tampak bingung.
“Ini jengger,” kata Baba menjelaskan.
“Jenggel,” ulang Kay.
“Ini apa yang warnanya kuning?”
“Patuk,”
“Kalo yang ini?”
“Mata,”
“Ini apanya ya?” tanya Baba sambil mengusap sisi-sisi celengan tersebut.
“Sayap,”
“Kalo ini?”
“Ekol,”
“Yang di bawah ini apa?”
“Kaki,”
“Pintar. Sekarang kepala Kay mana?”
“Kepaalaa,” jawabnya sambil memegang kepala.
“Leher?”
“Leeehelll,” ditunjuknya leher pendek itu.
“Dagu?”
“Daaagu,” tunjuknya.
“Bibir?”
“Biiiibil,” katanya agak kesulitan karena ia memegang bibirnya.
Kemudian Baba lanjutkan dengan mata, alis, hidung, jidat, kuping, perut, dada, punggung dan kaki. Kay bisa mengenali seluruh bagian tubuh itu dengan tepat.
“Kalo jempol mana?” uji Baba.
“Jempol,” jawab Kay sambil memegang telunjuk.
“Itu telunjuk, Nak,” Baba tersenyum. “Kuku mana?” tanya Baba.
“Kuuuuuku,” dipegangnya kuku telunjuk itu, “Iiiiiis, potong kuku!” tambahnya.
Sep 13, 2006
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment