Sep 17, 2007

Obrolan Sebelum Tidur

Tok! Tok! Tok!

Baba mengetuk pintu kamar.

Tok! Tok! Tok!

Suara tangisan menyambut ketukan pintu. Baba segera membuka pintu dan masuk.

Di tempat tidur Kay sedang menangis keras. Di sebelahnya Bibi berusaha membujuknya. Baba segera menghampiri.

‘Yang ngetuk tadi Baba Nak,’ kata Baba berusaha membujuk. Baba mengira ia menangis karena kaget mendengar suara pintu diketuk.

‘Gendong,’ rengeknya sambil berusaha duduk. Kedua tangannya diangkat tinggi-tinggi.

‘Masih sedih dia, masih sedih,’ kata Bibi sambil keluar kamar.

Baba menggendong Kay dan dalam beberapa menit tangisannya sudah reda.

‘Bobo lagi ya?’ ajak Baba.

‘Bobo,’ katanya lirih.

Baba merebahkan Kay kembali di tempat tidur, lalu berbaring di sebelahnya. Ia segera memeluk leher Baba.

‘Kay mau Buku Ayam?’ tanya Baba. Kemarin Sabtu di supermarket ia menemukan buku tentang ayam di dekat kasir. Buku itu diambil dan segera menjadi buku favorit.

‘Buku ayam. Ayam dua aja,’ katanya.

Meskipun ia minta Ayam Dua, ia tidak merajuk saat Baba memberikan Buku Ayam itu kepadanya. Akan tetapi buku itu hampir tidak dipandang. Ia hanya mengambil buku itu dari tangan Baba dan meletakkannya asal di atas tempat tidur.

‘Kenapa sih Kay menangis?’ tanya Baba setelah berbaring di sisi Kay lagi.

‘Kan kalau sedang kesal kata Jojo harus tarik napas,’ kata Baba, ‘gimana tarik napasnya?’

Kay menarik napas panjang.

‘Terus hitung sampai?’

‘Lima,’ jawabnya lirih.

‘Sepuluh, dong. Kalau kata Jojo hitungnya sampai sepuluh.’

Kemudian kami menghitung sampai sepuluh. Setelah selesai menghitung Kay kembali mengambil napas panjang.

‘Kay kesayangan siapa sih?’

Ia berbalik memunggungi Baba.

‘Kesayangan siapa, Nak?’

‘Keshayangan Baba.’

‘Kesayangan Baba atau kesayangan Mama?’

‘Keshayangan Baba aja!’ geramnya.

‘Kay itu kesayangan dua-duanya. Mama juga sayang lho sama Kay. Sayaang sekali,’ kata Baba, ‘Kay sayang nggak sama Mama?’

‘Shayang.’

‘Sama Baba sayang nggak?’

Ia berbalik lagi dan memeluk leher Baba, ‘Shayang,’ katanya. Tapi wajahnya masih menyisakan kesedihan.

‘Kay tadi makan apa?’ tanya Baba lagi, berusaha membujuk.

‘Makan nashi,’ jawab Kay.

‘Pake apa?’

‘Pake shayul.’

‘Sayur apa?’

‘Shayul bayem melah.’

‘Terus lauknya apa?’

Diam. Dia berusaha mencerna apa itu “lauk”, kata yang jarang ia dengar.

‘Tempe goreng? Tahu goreng?’ tanya Baba memancing.

‘Tahu goleng.’

‘Kay suka tahu goreng?’

‘Shuka.’

‘Enak ya? Kalo enak, tangannya gimana?’

Kay mengacungkan jempolnya.

‘Terus makan apa lagi? Makan pepaya?’

‘Mi,’ katanya.

‘Makan mi?’

‘Pake agel.’

Hah? Makan mie pakai agar? Model mana lagi nih? Baba harus minta penjelasan dari Bibi atau Teteh.

Tiba-tiba Kay menarik baju Baba, meminta Baba berbaring pada sisi kanan.

‘Bobo,’ katanya sambil memeluk leher Baba, ‘di bantal.’

Maksudnya Baba harus berbaring dengan kepala di bantal. Tak lama kemudian ia terlelap.

Setelah Kay tertidur Baba bertanya pada Teteh mengenai mie dan agar. Rupanya pada saat berbuka puasa, Kay ikut-ikutan heboh dan minta es buah dengan bahan utama melon dan blewah yang diparut panjang serta agar-agar.

Terus kenapa menangis?

‘Nggak mau pake celana dalam. Terus kan baju piyamanya kekecilan, dia minta “dibenelin”,’ kata Teteh sambil memeragakan menarik-narik lengan baju, ‘kan nggak bisa. Nangis.’

Wah, anak tertib. Jika lengan panjang piyamanya tidak menutupi pergelangan ia memang tidak suka. Demikian juga dengan celana panjang piyama. Harus menutupi hingga pergelangan kaki. Jika bajunya tertarik sehingga perutnya terbuka ia pasti langsung menutupinya lagi.

No comments: