Jul 30, 2007

Sapi atau Kambing? Kambing!

‘Ayo Kay, merangkak!’ perintah sang terapis pada Kay, ‘Seperti sapi.’

Sambil merangkak menuruti sang terapis Kay protes.

‘Bukan,’ katanya, ‘kambing.’

Maksudnya bukan sapi, tapi kambing.

Lalu Kay dengan jenaka menggoyang-goyangkan pantatnya sambil merangkak, memancing tawa dari semua orang yang melihatnya.

Iih, isengnya anak ini! Jangan-jangan dia akan jadi badut kelas nantinya...

Kuda Terbang

Akhirnya Baba sampai di rumah setelah usai mengunjungi perhelatan nikah rekan kerja di Cianjur dan Jakarta hari Minggu kemarin. Jam menunjukkan pukul 21:30 saat Baba menekan klakson mobil, minta dibukakan pintu garasi.
Saat Baba hendak memasukkan mobil ke dalam garasi yang sudah dibuka oleh Teteh Iis, tiba-tiba terdengar teriakan senang seorang anak kecil dari dalam rumah.
‘WAAAAAHAHAHAHAHAHAHA!!’
Sepersekian detik kemudian sosok Kay berlari keluar menyambut mobil. Teteh segera menggendong dan memasukkan Kay ke dalam mobil, di kursi sebelah pengemudi.
‘Ini Kay, Baba belikan mainan,’ kata Baba sambil memberikan mainan kuda terbang yang Baba beli di salah satu restoran di Puncak. Kuda itu terbuat dari karet dengan sebatang bambu mencuat dari perutnya, seperti wayang. Kaki-kaki kuda terbang itu berada pada posisi melompat, kaki depan terlipat sedangkan kaki belakangnya terjulur ke belakang. Dari sayapnya terpasang tali yang pada ujungnya terdapat cincin karet. Jika cincin itu ditarik sayapnya akan mengepak.
Kay senang sekali. ‘Kuda lumping,’ katanya.
Di dalam rumah, kuda terbang itu dimainkan olehnya, dikepak-kepakkannya sayap si kuda sambil bernyanyi:
Kuda lumping geningan ecel-ecelan
Lalu ia mulai menyelidiki apa yang menyebabkan sayap si kuda bisa mengepak. Ia merunut tali dan memperhatikan dengan seksama sambil menarik-narik tali itu dengan kencang.
‘Awas, nanti rusak,’ kata Baba memperingati.
‘Kita bobo yuk,’ ajak Baba, ‘bilang sama Bibi dan Teteh.’
‘Teh, Kay mau bobo dulu.’
‘Sama Bibi?’
‘Bi, Kay mau bobo dulu.’
‘Kay sudah ditolong sama Bibi hari ini. Bilang apa?’
‘Telimakashih.’
Lalu kami masuk ke kamar tidur.
Di kamar Kay tidak segera tidur. Dia masih asyik bermain-main dengan kuda barunya dan Baba harus mengingatkannya beberapa kali untuk tidur karena esok pagi harus sekolah.
Akhirnya Baba tidak yakin siapa yang tidur lebih dulu, Baba atau Kay, karena hari ini adalah hari yang sangat melelahkan bagi Baba...

Jul 27, 2007

Berkembang Biak?

Setengah mengantuk, Baba memanggil Kay yang sedang ngambek mencari Ayam Dua.

‘Ini, Ayam Dua ada di kamar,’ kata Baba.

Si bocah masih ngambek dan tidak mau beranjak dari tempatnya gogoleran di dekat tenda. Terpaksa Baba bangun, mengambil Ayam Dua dari tempat tidur dan menyerahkannya kepada Kay yang langsung berhenti merajuk.

Lalu Baba kembali masuk ke kamar dengan niat meneruskan tidur yang terganggu. Saat Baba hendak merebahkan tubuh, mata Baba tertumbuk pada sesosok mainan ayam yang tergeletak di atas tape compo.

Ayam Dua ada di sini, pikir Baba.

Tunggu, tunggu. Ayam Dua kan tadi udah dikasih ke Kay, kenapa masih ada di sini?

Baba mengambil mainan ayam itu dan bergegas keluar kamar. Kay masih bermain-main di dekat tenda. Tangan kanannya masih memegang Ayam Dua.

Baba memandang ayam di tangan Baba. Ayam Dua ada dua!?

Saat ini Kay sudah meninggalkan Ayam Dua dan mencari-cari Oli Uwa Abah*. Baba segera mengambil Ayam Dua, Ayam Kecil dan Ayam Satu, lalu menggabungkannya dengan Ayam Dua II yang ada di tangan Baba.

‘Teh?’ tanya Baba kepada Teteh yang sedang mencuci baju, ‘Ini ayamnya nambah?’

‘Iya, dibawa dari sekolah.’

‘Iya, yang ini kan dari sekolah,’ kata Baba menunjukkan Ayam Kecil.

‘Yang kakinya buntung juga dari sekolah,’ jelas Teteh, ‘yang punya Kay mah masih utuh.’

‘Ini ada tiga yang kakinya buntung,’ kata Baba lagi sambil menunjukkan Ayam Satu, Ayam Dua dan Ayam Dua II yang memang masing-masing sudah terpisah dari base-nya.

‘Yang ayam betina ini dari sekolah juga,’ kata Teteh menjelaskan.

Di tangan Baba ada empat ayam, tiga diantaranya kakinya sudah terpisah dari base, satu—Si Ayam Kecil—masih nempel dengan base. Ayam Satu yang kakinya buntung itu dari sekolah, begitu juga dengan Ayam Kecil dan, tampaknya, Ayam Dua II. Berarti—

‘Sekarang ayamnya ada lima?’ tanya Baba takjub.

‘Iya.’

Cepat sekali hewan-hewan ini berkembang biak!



*Gantungan berbentuk kemasan oli mobil yang menyatakan pada kilometer berapa mobil harus servis berkala. Gantungan yang Kay miliki diberikan oleh Uwa Abah.

Jul 24, 2007

Memberikan Pertolongan

‘Kiri! Kiri! Kiri-kanan-kiri!’ seru Baba mengiringi derap Kay keluar kamar.

‘Belhentiiiiiiii!’ kata Kay sambil mengambil sikap sempurna. Sebuah senyuman nakal tersungging di bibirnya.

‘Hormaaaat gerak!’ seru Baba lagi. Ia meletakkan tangan kanannya di dahi.

‘Kay,’ kata Baba hendak menguji pemahaman Kay akan perintah, ‘tolong ambilin kaus kaki Baba dong.’

Kay bergegas ke dapur, dengan lincah berkelit dari Bibi yang berusaha menghalanginya.

‘Mau ke mana?’ tanya Bibi yang hendak masuk. Bibi menghadang Kay ke dapur karena di sana tidak ada orang.

Kay berkelit dan meraih kaus kaki yang tersampir di gantungan handuk, lalu ia berbalik menuju Baba sambil mengayun-ayunkan sepasang kaus kaki itu.

Thank you,’ ujar Baba saat Kay memberikan kaus kaki.

Yowekam*,’ jawab Kay.

‘Baba pake kaosh kaki,’ ujar Kay saat melihat Baba memakai kaus kaki.

‘Eh, Kay, tolong Baba lagi dong,’ pinta Baba, ‘tolong ambilin buku Baba di kamar, ada di lantai. Bukunya berwarna biru ya.’

Kay masuk ke kamar dan sejenak kemudian keluar sambil membawa buku yang Baba minta.

Thank you,’ kata Baba.

Yowekam,’ jawab Kay, ‘Dadaaaaa!’ lanjut Kay sambil melambaikan tangannya. Ia tahu Baba sudah akann berangkat ke kantor.

‘Salim dulu dong,’ kata Baba. Kay meraih tangan Baba dan menciumnya.

‘Dadaaaaaa!’ katanya lagi.

‘Kiss dulu sini!’ Baba merangkul dan menciumi pipi tembam Kay. Kay tertawa-tawa kegelian.

‘Dadaaaaaa!’ katanya lagi. Lambaian tangannya makin bersemangat.

‘Dadaaa!’ jawab Baba, ‘Kiss-bye!’

‘Mmmmmuahhh!’ kata Kay sambil meletakkan tangannya di mulut.


*maksudnya: you’re welcome.

Ayam Dua

‘Ayam dua?’

Terdengar suara anak kecil mencari mainan favoritnya: sebuah miniatur ayam yang merupakan bagian dari sekelompok mainan hewan-hewan ternak yang Baba belikan bulan lalu.

Kay saat ini memiliki tiga buah miniatur ayam: seekor ayam betina yang ia sebut ‘Ayam Satu’, seekor ayam jantan berwarna jingga dan putih yang ia sebut ‘Ayam Dua’, dan seekor ayam jantan berwarna jingga dan hitam yang ia sebut ‘Ayam Kecil’ meskipun posturnya lebih besar dari Ayam Satu dan Dua.

‘Ayam Dua?’

Suaranya terdengar lagi, nyaring dan cempreng.

‘Pake celana dulu, nanti kita cari,’ jawab Teteh Iis.

‘Dishimpen di mana?’ tanya Kay lagi.

‘Nanti kita cari, ya,’ bujuk Teteh.

‘Dishimpen di mana?’ desak Kay.

‘Pake celana dulu, nanti tanya sama Baba. Ayamnya ada di kamar,’ kata Baba.

Kay merajuk. Kain gendong yang disampirkan di sandaran kursi ditarik dan dibuang.

‘Hey, sini!’ ajak Baba, ‘masuk ke kamar dan lihat di atas tape ada apa.’

Kay masuk kamar, cemberut. Ia mendekati tape compo dan mengambil Ayam Dua yang disimpan di atasnya.

Saat keluar dari kamar, senyuman mengembang di wajahnya.

* * *

Dua jam kemudian Ayam Dua kembali membuat kehebohan.

Si bocah, yang baru saja pulang main ayunan dari TK dekat rumah mencari si ayam, dan tidak bisa menemukannya.

Seisi rumah menjadi heboh, terutama karena Kay mulai merajuk dan menangis mencari Ayam Dua kesayangannya. Bujukan untuk menghitung hingga sepuluh gagal total.

‘Yuk sama-sama kita cari,’ Baba mengajaknya keliling rumah mencari si ayam.

Di dalam tenda hanya ada Ayam Satu dan hewan ternak lainnya.

‘Coba ke depan, yuk,’ ajak Baba. Yang diajak masih merengek dan mengikuti dengan enggan.

Tangisnya meledak ketika di teras depan yang ditemui hanya si Ayam Kecil.

‘Ayam Dua aja!’ rengeknya sambil melepaskan diri dari gandengan Baba dan duduk menangis tersedu-sedu di depan televisi.

Baba mencari Ayam Dua di kolong tempat tidur, Bibi mencari di dapur, Teteh di garasi.

Akhirnya Bibi mengambil kain gendongan dengan niat menenangkan si bocah sambil menggendongnya. Saat itulah si Ayam Dua jatuh dari lipatan kain.

‘Nih, ayamnya!’ kata Bibi.

Kay bangun dan mengambil si ayam. Lalu tangisnya berlanjut. Sudah terlanjur sakit hati dan kecewa rupanya.

Akhirnya Bibi tetap menggendong Kay dan kurang dari semenit kemudian ia tenang kembali.

* * *

Habis mandi, Baba mendapatkan Kay sedang duduk di depan pintu kamar mandi, menunggu Baba.

‘Ikut,’ katanya. Ia memang biasa ikut Baba ke kamar saat Baba bersiap-siap berangkat ke kantor.

‘Ayam Dua-nya ambil dulu, nanti hilang,’ kata Baba.

Tangan kecil Kay meraih dan mengambil Ayam Dua yang tergeletak di samping keset kamar mandi dan hampir saja ditinggalkan oleh Kay.

'If You're Upset, Take A Deep Breath And Count To Ten.'

Dalam beberapa minggu terakhir ini Baba sedang berusaha mengajarkan Kay untuk mengontrol marahnya.

Ide ini Baba dapatkan setelah bersama-sama dengan Kay menonton salah satu episode Jojo’s Circus di televisi.

Dalam episode itu Jojo berkata, ‘If you’re upset, take a deep breath and count to ten – jika kamu sedang kesal, tarik napas dalam-dalam dan hitung hingga sepuluh.’

Sekarang setiap kali Kay marah atau kesal, yang biasanya disusul dengan gigitan pada tangannya sendiri, Baba langsung menggendong Kay dan mengusap-usap punggungnya sambil membujuk.

‘Kata Jojo apa? Kalau marah, ambil napas dalam-dalam dan hitung sampai sepuluh. Yuk kita hitung: satuu.’

Kay masih diam, napasnya memburu.

‘Duaa.’

‘Tigaa.’

‘Empaat.’

Perlahan-lahan napasnya mulai teratur, tapi Kay masih cemberut.

‘Limaa.’

‘Enaam.’

‘Tujuuh.’

‘Delapaan.’

‘Sembilaan?’

‘Shepuluh,’ lanjut Kay. Mulutnya nyaris tidak terbuka dan suara yang keluar amat lirih, menyerupai bisikan.

Beberapa detik kemudian ia beringsut turun dari gendongan Baba dan kembali bermain-main.

Doakan Baba agar program ini berhasil ya, Gentles.

Jul 22, 2007

Sekuen Menuju Tidur Pagi Ini (sekitar 10:15)

Curi-curi Pandang -- Naif ('Jangan Terlalu' - 1998)

Kay menghampiri Baba dan minta diputarkan lagu 'Culi-culi Pandang' kesayangannya sambil memperhatikan Baba mengetik.


The Wedding Song -- David Bowie ('Black Tie White Noise' - 1993)

Baba sudah selesai mengetik dan sedang bermain Spider Solitaire sambil bernyanyi-nyanyi kecil. Kay bersandar pada Baba sambil sesekali mendorong meja komputer dengan kakinya.

'Jangan didorong-dorong,' kata Baba memperingatkan.


Rubber Band -- David Bowie ('David Bowie' - 1967)

Kay sudah bersandar pada Baba dengan manis, dia tenang mendengarkan Baba bernyanyi-nyanyi kecil. (Entah kenapa komputer memilih lagu-lagu yang tenang*). Baba perhatikan matanya sudah mengecil.


New Angels of Promise -- David Bowie ('Hours...' - 1998)

Lagu yang agak keras tidak membuat Kay mengubah posisinya. Teteh Iis melongok dan berkomentar: 'Laaah, kok ngantuk?'


Falling At Your Feet -- Bono and Daniel Lanois (The Million Dollar Hotel: Music from the Motion Picture - 2000)

Alunan manis soundtrack film The Million Dollar Hotel ini akhirnya mengantarkan Kay ke alam mimpi. Selesai lagu ini Baba menunduk untuk melihat keadaannya, Kay sudah memejamkan mata. Posisinya tidak berubah. Ia masih berdiri, bersandar pada Baba yang duduk di hadapan komputer ini.

Singing lullabies to your kid, no matter what the songs are, is always a great and fun experience.




*Baba selalu mengatur iTunes agar memilih lagu secara acak.

Baris-berbaris

Dari dapur, Kay berjalan menuju kamar. Kakinya diangkat tinggi-tinggi.

‘Kiri! Kiri! Kiri-kanan-kiri!’ goda Baba menirukan aba-aba gerak jalan.

Senyum si bocah melebar, dan gayanya makin menjadi-jadi. Kakinya makin diangkat setinggi mungkin.

‘Kiri! Kiri! Kiri-kanan-kiri!’

Di dalam kamar ia menghempaskan tubuhnya ke tempat tidur.

‘Berhentiiiiiiiii gerak!’ seru Baba, ‘Siaaaaaaaaaaap (tangannya diangkat lurus-lurus di sisi tubuhnya) gerak! (tangannya dihentakkan rapat-rapat ke sisi tubuh)’

‘Hormaaaaaaaaat gerak!’

Kay pun mengangkat tangan kanannya ke dahi.

Wah, benar-benar cucu seorang purnawirawan!

Jul 21, 2007

Pagi Ini, Antara 08:30 Hingga 11:30

Keluar kamar, Kay menuju dapur dan mengambil sebuah gelas takar. Ia membawa gelas itu mondar-mandir dari kamar ke ruang tengah, sambil sesekali berpura-pura minum darinya. Di antara dua ‘tegukan’ ia berkomentar:

‘Itu bukan minuman, Kay.’

Hahaha, kalau tahu itu bukan minuman kenapa masih ‘diminum’ juga, Nak?

* * *

‘Shalingan! Shalingan! Shalingan!’ seru Kay, sambil menghampiri Teteh Iis yang sedang menyaring teh.

‘Bilang minta, dong,’ kata Baba.

‘Minta shalingan, Teteh,’ kata Kay semanis-manisnya.

Setelah dibilas, Teteh menyerahkan saringan itu pada Kay.

‘Shendok! Shendok!’

‘Bilang apa?’ Baba mengingatkan.

‘Minta shendok, Teteh,’

Setelah sendok teh diserahkan, Kay segera menggosok-gosok sendok teh itu pada saringan di tangannya.

‘Kay sedang apa sih?’ tanya Baba penasaran.

‘Nyaling bubul,’ jawab Kay.

* * *

‘Mau pipish,’ kata Kay.

‘Yuk, pipis,’ ajak Baba, ‘Di mana pipisnya?’

‘Di kamal mandi.’

‘Kamar mandinya di mana?’

‘Di shitu.’

‘Tunjuk, dong.’

‘Di shitu,’ katanya lagi sambil menunjuk ke arah kamar mandi.

‘Pipisnya sama Baba atau sama Teteh?’

‘Shama Baba.’

‘Sama Teteh aja, deh,’ goda Teteh Iis.

‘Ngngngngng!!! Shamababashamabibiajaikanlumbalumbaaja!’ omel Kay.

Rasanya Baba kenal sekali dengan gaya marah yang merepet itu…

Jul 19, 2007

Menasihati Kura-kura

‘Yuk lihat Bibi aja, yuk,’ ajak Baba mencoba membujuk bocah yang sedang kurang enak badan itu. Baba menggendong Kay mendekati Bibi yang sedang memasak sayur untuk makan siang Kay.

‘Bibi sedang apa, Kay?’ tanya Baba.

‘Mashak,’ jawab Kay lirih. Dia baru saja ngambek karena tidak ada yang menemaninya bermain, masing-masing berkutat dengan kesibukan pagi harinya. Bibi memasak, Teteh Iis mencuci baju, dan Baba bersiap-siap berangkat ke kantor.

Biasanya Kay tidak pernah keberatan dan bisa ditinggal main sendiri—entah di dalam tenda, atau menonton Playhouse Disney di TV, tapi mungkin karena sedang kurang enak badan ia jadi lebih sensitif.

‘Masak apa, Bi?’ tanya Baba.

‘Masak sayur bening oyong dan bayam kesukaan Kay,’ jawab Bibi, ‘mmmm enaaak.’

Kay beringsut turun dari gendongan Baba. Akhirnya Baba “diberi ijin” mandi oleh Kay.

‘Jangan dekat-dekat kompor ya,’ pesan Baba.

Kay berjalan ke tangga di dapur yang menuju tempat menjemur baju. Di salah satu anak tangga itulah terletak sebuah kontainer plastik yang dijadikan kandang untuk sepasang kura-kura brazil yang dibelikan Kakek di Subang.

Kay memandangi kura-kura yang setiap pagi diberi makan dan diganti airnya oleh Teteh Iis dengan penuh perhatian. Di permukaan air kandang kura-kura itu mengambang beberapa butir pellet pakan kura-kura itu.

‘Bau, Kay,’ kata Bibi, ‘makanannya kan dari udang, bau amis.’

Kay masih tetap memperhatikan kedua kura-kura itu.

‘Telan,’ katanya memerintahkan sepasang kura-kura itu menelan makanannya.

‘Telan,’ katanya lagi, ‘bial jadi daging.’

Baba, Bibi dan Teteh Iis tertawa.

‘Kamu yang harusnya telan makanan, jangan ngemut aja,’ kata Bibi di sela tawanya.

Jul 15, 2007

Sebelum Tidur Malam Ini

‘”Waah, besar sekali telur ini” kata induk bebek memandangi telur terakhir di sarangnya, lalu ia—’

‘Beshal,’ kata Kay. Kami sudah berada di atas tempat tidur, Kay sudah bersiap dengan piyamanya, matanya tampak lelah, tapi ia masih berusaha menahan kantuk dengan bermain-main dengan buku A Treasury For 3 Year Olds. Baba sedang membacakan dongeng The Ugly Duckling yang ada di dalam buku itu.

‘Gede,’ katanya lagi.

‘Iya,’ kata Baba, ‘besar itu sama dengan gede.’

‘Hitam,’ kata Kay lagi.

‘Apa yang hitam?’ tanya Baba, kali ini benar-benar heran.

‘Gogok,’ katanya. Rupanya ia mengasosiasikan kata-kata besar, gede,dan hitam dengan anjing Rottweiler milik Pakde Riza.

Kay celingukan, matanya mencari-cari sesuatu.

‘Cari apa?’ tanya Baba.

‘Cali buku. Ketemu,’ katanya sambil tersenyum dan meraih buku dibalik tubuh Baba. Ia langsung membolak-balik halaman buku itu.

‘Ini apa, Kay?’

‘Buaya,’ jawabnya.

‘Kalau yang ini apa?’ tanya Baba menunjuk gambar macan tutul.

‘Kucing.’

‘Ini anak macan tutul,’ kata Baba meralat.

‘Kucing hitam. Hiiii! Ada kucing hitam, hiii!’ katanya. Bibi Eni sering berkata demikian jika seekor kucing hitam masuk ke dalam garasi.

‘Kalau ada kucing hitam, usir aja,’ kata Baba, ‘gimana ngusirnya?’

‘Husss! Shana kucing!’ katanya dengan raut wajah serius.

‘Udah, kucingnya udah pergi,’ kata Baba. Baba tidak mau Kay tumbuh jadi anak penakut.

‘Sudah yuk,’ ajak Baba, ‘sudah malam. Bobo yuk.’

Setelah berdoa, Kay memeluk leher Baba dan memejamkan mata.

‘Duuuh! Sayangnyaa!’ katanya.

Yang Makan Rumput Dan Daun Pisang

‘Makan lumput,’ kata Kay.

‘Makan daun pishang,’ lanjutnya lagi.

‘Apa yang makan rumput dan daun pisang, Kay?’ tanya Baba.

‘Kambing,’ jawabnya dengan nada memberitahu.

Mengingat Pelajaran Sekolah

‘Pegang tiga!’ seru Kay sambil menempelkan tangannya pada halaman buku yang bergambar angka tiga, ‘Shiapa namamu?’

Ia rupanya sedang mengingat-ingat pelajaran di sekolahnya. Baba membantu Kay dan bertanya.

‘Siapa namamu?’

‘Kay.’

‘Kay apa?’

Kelil Alenuma Pa’ish*.’

‘Berapa umurmu?’

‘Empat tahun.’

‘Di mana rumahmu?’

‘Di Pondok Gede.’

‘Siapa ayahmu?’

‘Ayah Pa’ish,’ katanya. Kemudian ia melanjutkan, ‘Bapak Pa’ish.’

‘Siapa ibumu?’

‘Mama Wiwi.’

*maksudnya: Kayril Arenuma Faiz.

Ulang Tahun

Hari ini Kay berulangtahun yang keempat.

Sore tadi, sepulang dari kondangan Baba memberikan hadiah kepada Kay. Ia tampak senang menerimanya. Ia langsung berusaha membuka kertas hias pembungkus hadiah itu.

Bret! Bret! Bret!

Akhirnya kertas pembungkus itu berhasil Kay lepaskan dari hadiahnya.

‘Bukain,’ pintanya pada Baba.

Baba pun membantu Kay membuka kardus mainan barunya: sebuah mobil patroli polisi Lego Duplo. Lengkap dengan sirine yang dapat berbunyi dan menyala.

‘Pak Polisi ini temannya Pak Item, Kay,’ kata Baba menjelaskan. Pak Item adalah petugas pemadam kebakaran Lego Duplo milik Kay.

Kay acuh, ia asyik memencet sirine yang suara dan lampunya jauh lebih menarik dari penjelasan Baba. Setelah itu ia asyik mendudukkan Pak Polisi di dalam mobil dan menjalankan mobil patrol itu ke garasi.

Pagi tadi Kakak menelepon Kay untuk mengucapkan selamat. Setelah mendengarkan ucapan dan berkata terima kasih, Kay segera meloloskan diri dari pangkuan Baba dan berlarian ke dapur untuk mengganggu Teteh Iis.

‘Tanyain dia mau apa,’ kata Kakak.

‘Kay,’ panggil Baba, ‘Kay mau hadiah apa dari Kakak?’

‘Tanyain dia mau baju, sepatu atau mainan?’

‘Wah, sepatu kan dia masih ada yang dari Mamanya kemarin, dan dia juga baru saja aku belikan sandal sepatu,’ kata Baba.

‘Tanyain aja dulu,’ desak Kakak.

‘Kay mau baju, sepatu, atau mainan?’

Diluar dugaan Baba Kay menjawab: ‘Sepatu.’

‘Mau sepatu katanya, Kak,’

Di ujung sana Kakak tertawa, ‘Kayak Mas Robba, maunya sepatu.’

‘Ini si Mon-Mon mau ngucapin selamat katanya,’ kata Kakak lagi.

‘Kay, ini Paman Mon-Mon mau ngomong nih,’ panggil Baba.

‘Paman Mon-Mon!’ seru Kay sambil berlari menghampiri.

‘Mon-Mon!’ katanya setelah handset telepon menempel di pipi kanannya.

Terdengar suara Paman Mon-Mon mengucapkan selamat pada Kay.

‘Hayo bilang terima—?’

‘Telima kashih,’ kata Kay.

Sorenya, Mama menelepon Kay dari Swedia.

‘Selamat ulang tahun, Kay,’ kata Mama.

Setelah ber-telima kashih, Kay langsung merosot dari pangkuan Baba dan berlarian ke sana kemari. Gelak tawanya membahana terdengar hingga Swedia.

‘Ngapain dia, Ba?’ tanya Mama.

‘Nggangguin Teteh Iisnya. Si Teteh mau masuk kamar mandi sama dia ditarik keluar lagi sambil ketawa-tawa nggak keruan,’ jawab Baba.

Jul 1, 2007

Kambing

Suara nada sambung menyambut telinga Baba. Sekali. Dua kali. Tiga kali.

‘Halo?’ terdengar suara Teteh Iis di ujung sana. Di Subang.

Sejak Jumat kemarin, Kay dibawa Kakek dan Nenek berlibur di Subang. Hari Rabu besok akan ada perayaan khitanan khas Subang yang dimeriahkan dengan sisingaan. Dalam arak-arakan sisingaan ini anak yang dikhitan didudukkan di atas sebuah singa-singaan yang diusung oleh beberapa orang.

‘Sedang apa si Kay?’ tanya Baba. Gelak tawa Kay terdengar samar-samar.

‘Tuh, udah mandi bau kambing lagi,’ jawab Teteh.

‘Bau kambing?’ tanya Baba heran.

‘Iya, dia lagi main kambing,’ jelas Teteh.

‘Kambing siapa?’

‘Kambing yang akan disembelih untuk pesta Rabu besok,’ Teteh menjelaskan, ‘kan ditaruhnya di sini, jadi dimainin sama si Kay.’

‘Berani dia sama kambing?’

‘Ya gitu lah, dideketin, tapi kalo kambingnya bunyi Kay-nya kabur,’ jawab Teteh. Embikan kambing yang ditingkahi oleh lengkingan tawa seorang anak kecil terdengar. ‘Kambingnya mau dinaikin sama dia,’ kata Teteh lagi.

‘Ya ampun. Itu kambing nggak marah?’ tanya Baba lagi.

‘Nggak. Didorong-dorong pantatnya. Tapi kalo kambingnya nengok dia langsung kabur.’

Ada-ada saja tingkah anak ini. Tapi itulah salah satu kelebihan Kay, ia tidak pernah takut pada binatang. Paling tidak sampai saat ini belum ada binatang yang ditakuti olehnya.

‘Kemaren dia digigit ikan,’ kata Teteh.

‘Hah? Ikan apaan? Di mana?’

Kemudian Teteh menjelaskan bahwa saat sedang berkunjung ke rumah salah satu kerabat, Kay bermain-main dengan ikan di kolam. Salah satu ikan tersebut menyambar tangan Kay, mungkin saat itu si ikan merasa terganggu, atau mungkin juga sekadar hendak berkenalan. Yang pasti Kay kaget dan langsung menghampiri Nenek dan minta pulang.

Namun tidak berarti dia merajuk dan minta pulang sambil menangis. Tidak. Kay minta pulang sambil cengar-cengir.

‘Ya sudah, nanti kalo bau kambing mandikan saja lagi anaknya,’ jawab Baba.

Gelak tawa Kay dan suara embikan kambing masih terdengar sama nyaringnya.

Oh iya, hampir lupa.

Kakek juga membelikan Kay kura-kura brazil.